Rabu, 27 April 2016

SINOPSIS/CERITA TONGKAT AJAIB LOLITA: A MAGICAL BIRTHDAY PRESENT by : KARLA M. NASHAR


LEGENDA POHON BAOBAB

ALKISAH, pada suatu hari Dewa Thora yang Agung sedang jalan-jalan di taman bunganya yang indah di surga nan permai di atas sana. Matanya menikmati berbagai warna cantik yang bertebaran di seluruh pelosok
taman yang luas.
   Tiba-tiba saja tatapan sang Dewa jatuh pada pohon besar di pojok taman. Sang Dewa tidak meyukai kehadiran pohon besar yang kelihatan aneh diantara rumpun bunga indahnya itu.
   Tidak ingin melihat pohon itu lebih lama lagi, Dewa Thora pun mencabut dan melemparnya ke luar dinding Surga. Pohon itu jatuh ke bumi. Malangnya, pohon itu jatuh terbalik--dahannya berada di tanah, sementara akarnya di atas. Anehnya meskipun dengan posisi terbalik, ternyata pohon itu tetap tumbuh subur. Bahkan sampai sekarang....

***
   Pernah membayangkan bisa mendengar isi hati orang lain?
kedengarannya sih asyik, tapi coba tanya Lolita. Pasti cewek itu bakal menggeleng keras-keras.
   Sebagai hadiah ulang tahun kelima belas, Lolita mendapat warisan tongkat kayu kecil dari pohon Baobab berumur ribuan tahun, yang membuatnya bisa mendengar isi hati orang lain yang membutuhkan pertolongannnya. Seketika hidup Lolita berubah. waktu gaulnya habis untuk membantu orang-orang tersebut. Ia pun dimusuhi kedua sahabatnya yang enggak mengganggapnya enggak asyik lagi. Untung ada Dharma. Bersama cowok sederhana itu, Lolita memulai pengalaman uniknya sebagai pemegang kekuatan kelima dalam keluarga besar Brahmadiningrat.

***
enggak kepingin mewarisi kekuatan apa pun. Peduli amat sama keempat sepupunya yang sudah jadi pewaris. Freddy yang bisa mengobati orang dari jarak jauh, Rangga yang bisa bicara dengan arwah dan dedemit, Banu yang mendadak mahir berbagai seni bela diri mulai dari pencak silat sampai capoira padahal enggak pernah belajar sama sekali, dan Ibra yang bisa melihat kejadian yang akan lewat penglihatan yang didapatnya. Se-cool apa pun keistimewaan mereka, sedikit pun Lolita enggak pernah tergiur ingin mewarisinya. Baginya memiliki salah satu kekuatan itu berarti harus siap berhubungan dengan hal-hal supernatural. Nah, itulah yang paling ia benci seumur-umur hidupnya. Apa hebatnya sih bisa melihat setan yang jelas-jelas nakutin? Atau melihat bencana yang bakal menimpa seseorang? Sama sekali ngak keren! Lagian masa sih hari gini masih berkutat sama yang begituan? Padahal teknologi sudah sampai ke mana-mana di seluruh pelosok dunia. Pokoknya Lolita benar-benar nggak sudih. Ogah! Ogah! Tapi sayangnya, sekeras apa pun ia menolak, Lolita memang nggak bisa melarikan diri dari apa yang sudah digariskan baginya.
   "Biarpun kamu ngumpet di ujung dunia, kamu tetap akan mewarisi kekuatan itu, Lita," begitu kata papa berulang kali, dan selalu saja Lolita cemberut sebal mendengarnya.
   "Kenapa sih Papa sama Mama nggak punya anak lagi? yang cowok kek, biar Lita nggak usah jadi pewaris," balas Lolita, seperti biasa kalau Papa mulai mengungkit-ungkit soal warisan itu.
   "karena rahim Mama diangkat gara-gara kamu susah banget lahirnya dulu. Udah ah, jangan manja kayak gitu. Harusnya kamu bersyukur lahir sebagai anggota keluarga brahmadingrat. Kamu tahu nggak, di luar sana orang mati-matian nyari ilmu gaib ke mana-mana biar mereka bisa memiliki apa yang kita miliki ini? Mereka rela semedi tahunan di gunung, mandi kembang puluhan rupa di tengah malam buta. Bahkan ada yang sampai rela makan mayat orang. Belum lagi yang... bla... bla... bla...."
   kalau papa sudah mulai cuap-cuap tralala trilili kayak gitu, Lolita pun buru-buru menutup telinganya rapat-rapat. Males banget mendengarkan ceramah papanya itu. Bosan!!
   Ya, ya, ya... Lolita memang berterima kasih karena dilahirkan di tengah-tengah keluarga besar Brahmadiningrat yang penuh kehangatan itu, tapiiii... kenapa juga harus pake mewariskan ilmu gaib segala?! Udah tahu dia paling penakut Jadi nggak salah dong kalau dia menolak mentah-mentah?!

***
"Lolita, are you listening?"
   Injakan keras si blasteran charlotte di kaki kiri Lolita di tambah suara George dengan aksen aristokrat Inggris-nya itu membuat Lolita terbangun seketika dari alam khayalnya yang tadi sempat ngelayap ke mana-mana. Omigod! Beneran nih dia ketiduran tadi? kok bisa-bisanya sih? Padahal sekarang ini mereka sedang ada kuis grammar yang bikin otak tulalit saking susahnya.
   "Do you need an extra paper?"
   Guru bule keren yang jadi idola satu sekolah mereka itu mendekati meja Lolita. Mau nggak mau Lolita langsung mendapat serangan mulas mendadak menyadari ketololan yang baru saja ia lakukan
   "Yes, sir... I mean no, sir. I don't need extra pepper..." Lolita menjawa asal. Gimana nggak asal. Dia gugup banget karena nggak ngerti maksud si George. Lolita melirik Charlotte yang langsung mendelik ke arahnya.
   "Ssstt, tolol banget sih lo... extra paper tahu, bukan estra pepper. Emangnya lagi makan bakso pake minta tambahan merica segala?!" desis Charlotte sambil melotot dengan mata birunya yang besar.
   Duh, nggak nyambung banget jawabanyya tadi. Lolita makin gugup. Gawat, gumamnya waktu melihat George semakin dekat. Diliriknya jam tangannya. Astaga! sepuluh menit lagi pelajaran selesai?! Itu berarti ia sudah ketiduran selama... ya, ampun!
   "Let me see your paper."
   Duh, pasrah aja deh. Lolita dengan berat hati merelakan George mengambil kertas jawabannya. Seingat Lolita, baru sepulu nomor yang ia kerjakan tadi sebelum ketiduran. Padahal seluruhnya ada tiga puluh soal pilihan ganda plus esai. Bagian esai yang harus mengarang minimal tiga paragraf itu sama sekali belum sempat ia lirik. Jadi sudah bisa dipastikan nilai kuisnya kali ini bakal anjlok!
   Lolita memberanikan diri menganggkat wajah dan memandang gurunya itu. Tuh kan bener. Dahi si George berkerut-kerut kayak kain diwiron waktu membaca lembar jawabannya.
   "Is this all, Lolita? Cuma ini yang kamu kerjakan?" tanya George dengan wajah superheran. Sebagai guru jelas ia terpukul melihat muridnya cuma bisa menjawab kuis itu ala kadarnya.
   Lolita tidak berani menjawab. ia melirik sekilas kertas jawaban Charlotte. Huih! teman sebangkunya itu sudah menyelesaikan bagian esainya. Bahkan lebih panjang daripada batas minimal tiga paragraf yang diminta si George.
   "I'm very disappointed in you, Lolita. Nilai esai terakhir kamu sangat jelek. Dan sekarang kamu bahkan belum mengerjakan esainya sama sekali."
   Duh, kalau udah begini pengen banget rasanya Lolita minta diwarisin kekuatan ajaib yang bikin dia menghilang biar nggak usah dipandangi teman-teman sekelasnya kayak begitu. Malu bangeeet... Heran, kenapa sih tu guru harus killer kalau lagi ngajar?! Emang sih tu bule keren, tapi tetap aja nyebelin kalau sudah soal displin pelajaran. Sering bikin murid gerah. Bayangin aja, jangan harap boleh masuk kelas biarpun cuma terlambat satu detik. Satu detik?! Kayaknya pak Irmansyah, kepala sekolah mereka nggak ssegitu-gitu amat displinyya. Tapi ya mau diapain lagi? Mereka enggak bisa protes, soalnya itu udah risiko masuk sekolah yang terkenal displinnya itu.
    "Five more minutes."
    George kembali mengingattkan para murid untuk segera menyelesaikan kuis. Mendengar itu Lolita makin kalang kabut. Duh, jadi makin mepet nih waktunya, pikirnya sebal. Pkai ngajak segal sih tu guru. yang ada kan lima menit terbuang percuma. Mau nggak mau dalam hati Lolita makin bete.
   Tiba-tiba ujung mata Lolita melihat Charlotte menggeser sedikit kertas jawabannya ke arahnya. Mereka memang kalau saling membantu (bahasa sopan untuk nyontek, gitu) kalau ada yang kepepet kayak begini. Melihat kesempatan emas itu Lolita segera mati-matian mengeluarkan jurus ampuh meliriknya. Asal tahu aja, ini keahlian yang perlu banyak latihan. Bukan lirik sembarang lirik, tapi lirikan yang nggak perlu memiringkan wajah sedikit pun. Karena kalau wajah miring sedikit, George pasti langsung tahu. Memang sih ini curang, tapi Lolita bener-bener kepepet dan panis abis. Cuma ini kesempatan supaya nilai ulangannya nggak ancur-ancur amat.
   "Alright, students, waktunya habis. nggak ada lagi yang boleh menulis. Taruh bolpoin kalian, lalu tinggalkan ruang kelas. Jangan lupa taruh lembar jawaban terbalik di meja masing-masing. saya akan mengambilnya nanti." Suara George tedengar tegas.
   Lolita menaruh bolpoinnya dengan lemas. Cuma lima belas nomor yang bisa dicontek dari charlotte. sisanya apa lagi kalau bukan capcipcup belang kuncup? Soal esainya? Wah, boro-boro mau jawab. Baca soalnya aja nggak sempat!

***
Jm istirahat. Lolita serta dua sahabatnya, Charlotte dan Lili, duduk di bangku panjang kantin sekolah yang sesak dipenuhi para muird. Tampang mereka benar-benar kelaparan. Lili sibuk dengan bakwan kesukaannya. Charlotte menggasak sepiring ketoprak. Biarpun setengah bule, kalau soal makanan Charlotte paling doyan masakan Indonesia. Tanya aja warung padang mana yang enak, pasti si keriting cokelat itu dengan penugh semangat bakal menyebutkan nama-nama restoran favoritnya. BERSAMBUNG BESOK HARI